allah tidak butuh ibadah kita

Pertama ibadah kurban adalah wujud rasa syukur seorang hamba kepada Tuhan. Begitu banyak nikmat yang diberikan oleh Allah dan manusia tidak mungkin untuk bisa menghitung nikmat itu. Dengan nikmat yang banyak, manusia diminta untuk menunjukan bentuk syukur dengan sholat yang pelaksanaannya rutin dalam sehari lima waktu dan ditambah Istilah“ibadah” yang digunakan dalam artikel ini mengacu pada ruang lingkup yang lebih luas, yaitu seluruh aktivitas kegiatan gerejawi, baik ibadah dalam kebaktian maupun pelayanan-pelayanan gerejawi. Ada beberapa ciri yang dapat digunakan untuk mendeteksi bahwa fokus ibadah dalam gereja kita mulai atau sudah bergeser/menyimpang, yaitu : 1. . in Anak Muda Bicara. 2. allah. 479. VIEWS. Niat Karena-Alloh atau Lillaahi-Ta’ala yaitu “Yarjuuna Rohmatahu Wayakhoofuuna Adzaabahu” alias niat yang hanya berharap Rohmat Alloh (ridho Alloh & Surga Alloh) dan hawatir/takut dari Azab/siksa/neraka Alloh, mudah diucapkan namun dalam prakteknya perlu perjuangan dan konsistensi. DanAllah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. maka sempurnalah ibadah kita dan akan berhasillah apa-apa yang kita bisa melakukan salah satu dari Menjelangakhir Ramadan, semakin kita rasakan, bahwa setiap ibadah yang diperintahkan Allah SWT adalah untuk meningkatkan hubungan vertikal dan sekaligus horizontal secara seimbang. Hubungan vertikal yakni berupa hubungan kita dengan Allah (hablun min Allah). Sedang hubungan horizontal adalah hubungan kita dengan sesama makhluk Allah SWT, Tak Ingin Usai Lirik. loading...Pengasuh Ponpes Ash-Shidqu Kuningan Jawa Barat, Al-Habib Quraisy Baharun. Foto/Istimewa Ketahuilah, Allah Ta'ala tidak membutuhkan amal ibadah kita. Allah Ta'ala memerintahkan manusia untuk menyembah-Nya, bukan karena DIA butuh untuk disembah. Tetapi manusialah yang butuh kepada Allah sebagaimana firman-Nyaيَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ"Hai manusia, kamulah yang sangat butuh kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu lagi Maha Terpuji." QS. Fathir 15. Baca Juga Menurut Pengasuh Ponpes Ash-Shidqu Kuningan Jawa Barat, Al-Habib Quraisy Baharun , andai semua manusia kafir dan ingkar kepada Allah, sama sekali tidak mengurangi kekuasaan dan kemulian-Nya. Allah Ta'ala berfirmanوَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku saja. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh". QS. Adz Dzariat 56-58 Baca Juga "Kita beribadah atau tidak, kita melakukan amal kebaikan atau tidak. Kita taat atau ingkar, kita maksiat atau tidak, sama sekali tidak berpengaruh pada keagungan Allah Ta'ala. Andai seluruh manusia beriman dan bertakwa, keagungan Allah tetap pada kesempurnaan-Nya," terang Habib Quraisy . Baca Juga Dalam sebuah Hadis Qudsi , Allah berfirmanيا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم . كانوا على أتقى قلب رجل واحد منكم . ما زاد ذلك في ملكي شيئا . يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم . وإنسكم وجنكم . كانوا على أفجر قلب رجل واحد . ما نقص ذلك من ملكي شيئا"Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal samapi yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bertaqwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal sampai yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Ku". HR. Muslim, No. 2577 Baca Juga Demikianlah Allah Ta'ala tidak butuh terhadap ibadah kita. Namun kitalah yang butuh untuk itu. Allah Ta’ala berfirmanإِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا"Jika kamu berbuat baik, kebaikan itu bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri". QS. Al Isra 7وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ"Dan barangsiapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri". QS. Luqman 12.Karena itu, apalagi alasan kita untuk enggan dan malas beribadah dan beramal? Bukankah itu untuk kita sendiri? Semoga tausiyah singkat ini bermanfaat dan menjadi penyemangat kita untuk beramal saleh. Baca Juga Wallahu Ta'ala A'lamrhs - Walaupun Allah memerintahkan kita untuk beribadah, memberitakan bahwa tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada-Nya, namun bukan berarti Allah membutuhkan ibadah kita. Tidak ada manfaat yang Allah ambil dari kita dengan ibadah itu dan Allah pun tidak menginginkannya. Allah Mahakaya, Mahasempurna dan أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ“Hai manusia, kamulah yang membutuhkan kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu lagi Maha Terpuji.” QS. Fathir [35] 15Semua manfaat ibadah yang kita lakukan itu akan kembali kepada kita. Karena manusia adalah makhluk lemah, miskin dan tak شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ“Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” QS. An-Naml [27] 40Begitu pun, jika seluruh manusia kufur kepada Allah, tidak beribadah kepada-Nya, menelantarkan perintah-perintah-Nya dan melanggar larangan-larangan-Nya, maka hal itu tidak membahayakan Allah sama sekali. Akan tetapi kemadaratannya akan kembali kepada manusia itu يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِوَكِيلٍ“Katakanlah “Hai manusia, sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran Al Quran dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya petunjuk itu untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu.” QS. Yunus [10] 108وَقَالَ مُوسَى إِنْ تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ“Dan Musa berkata “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari nikmat Allah maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” QS. Ibrahim [14] 8Allah subhaanahu wa ta’aala pun berfirman dalam hadis qudsi“Wahai hamba-hamba-Ku, andai orang-orang terdahulu kalian dan paling akhir, manusia dan jin, seluruhnya berhati orang yang paling takwa diantara kalian, hal itu tidak akan menambah kerajaan-Ku sedikit pun.”Wahai hamba-hamba-Ku, andai orang-orang terdahulu kalian dan paling akhir, manusia dan jin, seluruhnya berhati orang yang paling jahat diantara kalian, hal itu pun tidak akan pernah mengurangi sedikit pun dari kerajaan-Ku.” HR Muslim no. 2577Abu Khalid Walaupun Allah memerintahkan kita untuk beribadah, memberitakan bahwa tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada-Nya, namun bukan berarti Allah membutuhkan ibadah kita. Tidak ada manfaat yang Allah ambil dari kita dengan ibadah itu dan Allah pun tidak menginginkannya. Allah Mahakaya, Mahasempurna dan Mahakuasa. Pernah suatu saat kita merasa hampa dalam beribadah. Ibadah yang kerap dilakukan terasa kering tanpa ruh. Seolah-olah hanya menjalakan rutintas belaka tanpa makna. Bahkan dalam kondisi sendiri, kita sering merasa futur dalam beribadah. Bahkan bisa jadi sampai meninggalkan amalan-amalan sunnah yaumiyah kita. Mungkin dalam hati kita sering melakukan pembelaan-pembelaan yang sebetulnya tidak patut dibela. Misalkan kita berdalih karena banyak faktor yang menyebabkan keringnya ibadah yang kita lakukan. Semisal karena pekerjaan yang “padat merayap”. Banyak hal yang harus diselesaikan dan lain sebagainya. Di sisi lain ternyata ada sosok manusia yang boleh jadi pekerjaannya jauh lebih banyak ketimbang kita masih istiqomah menjalankan ibadah harian. Kita tanpa sadar sering meninggalkan amalan-amalan sunnah harian bahkan karena seringnya, meninggalkan amalan–amalan sunnah itu, menjadikannya sebagai kebiasaan. Terus-menerus berlangsung tanpa kita sadari dan renungi. Semakin sering maka semakin biasa kita meninggalkannya. Seakan-akan tidak merasakan kehilangan atau berdosa ketika meninggalkannya. Dahulu saat kita belajar mengaji mungkin kita begitu bersemangat melakukan amalan-amalan sunnah itu. Kita tidak rela meninggalkannya meski dalam keadaan sibuk sekalipun. Bahkan bisa jadi ketika kita dalam kondisi sibuk kita berjihad mencuri-curi waktu untuk melakukan amalan-amalan sunnah tersebut. Allah terasa begitu dekat di hati kita. Kita seakan-akan begitu sangat diawasi, sampai-sampai kita sangat khawatir jika amalan-amalan sunnah itu kita tinggalkan. Saya mengibaratkan amalan-amalan sunnah kita itu seperti ban luar kendaraan kita. Ketika ban luar itu tidak kita perbaharui, lama ke lamaan ban luar itu tidak menjadi pelindung ban dalam lagi. Akibatnya ban dalam kendaraan kita sering bocor. Bahkan terkoyak-koyak. Dahulu saat belajar mengaji kita begitu bersemangat menasehati sahabat-sahabat kita ketika mereka lalai dalam menjalankan ibadah, namun dengan dalih kedewasaan beragama, kita membiarkan saja sahabat kita itu meninggalkan ibadahnya, baik karena lupa ataupun di sengaja. Menasehati dengan kata-kata haluspun tidak. Memberikan sindiran secara haluspun pun tidak. Kita menjadi individualistis. “Ah biarkan saja itu urusannya sendiri, bukan urusan saya!” Padahal sangat mungkin kita menasehatinya tanpa harus merusak hubungan pribadi kita. Padahal kita ini adalah sesama saudara. Apakah tega kita melihat saudara kita sendiri jatuh ke jurang dengan membiarkannya tanpa menasehatinya?. Bukanlah di dalam surat Al-Ashr ayat 3 kita telah belajar bahwa tugas menasehati itu bukan monopoli satu pihak, akan tetapi ada kata “saling” yang berarti ada hubungan timbal balik? Apakah lantaran khawatir temakan omongan kita sendiri, takut di cap munafik, kita menjadi tidak peduli dengan sesama saudara sendiri? Terkadang saya sendiri membayangkan seandainya itu terjadi, bagaimana kondisi kita di masa yang akan datang? Ukhuwah Islamiyah kita bisa sangat terancam dengan gejala individualisme kita. Kita membiarkan saja saudara kita terjatuh tanpa memperdulikannya sekalipun. Nauzubillah mindzaalik. Allah Tak Butuh Ibadah Kita.. Kita Yang Butuh Allah.. “Hai manusia, kamulah yang membutuhkan kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu lagi Maha Terpuji.” QS. Fathir 15 Semua manfaat ibadah yang kita lakukan itu akan kembali kepada kita. Karena manusia adalah makhluk lemah, miskin dan tak sempurna. “Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” QS. An-Naml 40وَقَالَ مُوسَى إِنْ تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ “Dan Musa berkata “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari nikmat Allah maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” QS. Ibrahim 8 Begitu pun, jika seluruh manusia kufur kepada Allah, tidak beribadah kepada-Nya, menelantarkan perintah-perintah-Nya dan melanggar larangan-larangan-Nya, maka hal itu tidak membahayakan Allah sama sekali. Akan tetapi kemadaratannya akan kembali kepada manusia itu sendiri. “Katakanlah “Hai manusia, sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran Al Quran dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya petunjuk itu untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu.” QS. Yunus 108 Allah Subhaanahu wa Ta’ala pun berfirman dalam hadits qudsi “Wahai hamba-hamba-Ku, andai orang-orang terdahulu kalian dan paling akhir, manusia dan jin, seluruhnya berhati orang yang paling takwa diantara kalian, hal itu tidak akan menambah kerajaan-Ku sedikit pun.” Wahai hamba-hamba-Ku, andai orang-orang terdahulu kalian dan paling akhir, manusia dan jin, seluruhnya berhati orang yang paling jahat diantara kalian, hal itu pun tidak akan pernah mengurangi sedikit pun dari kerajaan-Ku.” HR Muslim . Maka masihkah kita enggan dan malas beribadah? Siapa butuh siapa???? Beribadah kepada Allah Swt. adalah perbuatan yang dihasilkan oleh pengenalan tentang- Nya. Artinya, manusia menyaksikan lembaran keindahan alam berikut berbagai petunjuk sistemnya. Demikianlah, manusia beralih dari sistem menuju Pembuat sistem. Barang siapa memperhatikan alam ini secara cermat dan teliti, ia melihat bahwa tidak ada satu pun yang siasia, tidak teratur, atau tidak memiliki tujuan. Karena itu, ia sadar bahwa ia pun harus bergerak dalam koridor sistem itu. Begitu pula jika ia melihat alam ini dari sudut keindahan, ia pasti melihat keindahan yang menakjubkan dan luar biasa tak terkira, mulai dari keindahan wajah manusia hingga keindahan bumi, langit, dan bintang-gemintang. Di hadapan keindahan menakjubkan yang memikat manusia dan menyihir kalbunya itu, tak mungkin ia tidak menyadari keberadaan Pemilik seluruh wujud dan keindahan itu. Pengamatan terhadap jagat raya ataupun terhadap diri sendiri akan membuat jiwa manusia bergelora, gembira, dan terkesan tak ubahnya anak kecil yang melompat dan berteriak kegirangan, setiap kali melihat nama-Nya yang indah bersinar ibarat kupu-kupu yang terang di atas karya, kreasi, dan ketentuan-Nya yang indah. Manusia pasti merasa takjub dan kagum akan sifat-sifat yang merupakan sumber segala kebaikan dan keindahan. Di hadapan Pemilik seluruh wujud, manusia nyaris kehilangan kesadaran karena kagum dan terpesona. Dari sisi lain, segala sesuatu di alam tampak telah dipersiapkan dan dirancang di tempat lain kemudian dihidangkan untuk melayani manusia. Ya, beragam nikmat dipersembahkan untuk manusia dalam kotak-kotak yang terpelihara atau dalam bentuk buah sehingga bumi laksana hidangan yang penuh dengan beragam santapan. Ketika manusia mengulurkan tangan untuk mengambil nikmat itu, ia merasakan keberadaan Sang Pemilik Hakiki. Dari perasaan tadi, ia pun menjadi kagum dan terpesona serta menemukan kenikmatan lain. Seandainya bayi mengerti saat ia mengisap puting ibunya—sebagai sumber rahmat untuknya, tentu ia akan merasa bahwa makanan yang sangat bermanfaat untuknya itu seolah-olah dipersembahkan baginya dari alam lain. Ia juga akan merasa bahwa di balik seluruh kejadian ini terdapat Sang Pemberi nikmat dan rezeki Yang Mahamulia. Ketika itu, ia akan menundukkan kepala karena hormat kepada-Nya. Ya. Setiap nikmat dan karunia menunjukkan Sang Pemilik nikmat dan karunia sekaligus mendorong manusia untuk menghormati-Nya. Di mana pun kita menyaksikan nikmat, keindahan, dan keteraturan, harus ada penyembahan kepada Sang Pemilik nikmat, keindahan, dan keteraturan. Dengan kata lain, ketika Allah membuat kita merasakan keberadaan-Nya, kita harus segera membalas dengan penyembahan dan pengabdian kepada-Nya. Beranjak dari hal ini, kaum Muktazilah dan Maturidiah berpendapat tentang ketundukan manusia bahwa kalaupun tidak dikirim seorang nabi atau tidak ada orang yang membimbing manusia menuju Allah, ayat-ayat dan berbagai petunjuk yang menghiasi alam ini sudah cukup untuk mengantarkan manusia kepada Allah, sehingga manusia diharuskan mengenal Allah dan bersikap sesuai dengan konsekuensi pengenalan itu. Ada beberapa contoh yang bisa diberikan untuk menjelaskan pandangan kaum Maturidiah. Misalnya, kita melihat bahwa sejumlah orang yang hidup semasa dengan Rasul saw., meskipun berada di dekat Ka’bah yang ketika itu dipenuhi patung dan berhala serta meskipun tidak ada orang yang mengajarkan hakikat tauhid kepada mereka, memiliki perasaan sebagaimana seorang badui berujar, “Kotoran unta menunjukkan keberadaan unta. Jejak kaki menunjukkan perjalanan. Bumi yang dipenuhi jalan dan langit yang dipenuhi bintang, bukankah itu menunjukkan keberadaan Sang Mahahalus dan Maha Mengetahui?” Begitulah ucapan orang badui yang di padang pasir hanya melihat pasir dan kerikil. Lalu, bagaimana dengan orang lain?! Rasul saw. datang dengan membawa pemahaman yang mulia untuk menyelamatkan umat manusia. Boleh dibilang, beliau adalah manusia di atas manusia. Beliau telah sampai kepada makna hakiki alam ini sebelum menjadi nabi. Ia telah merasakan keberadaan Allah serta mulai mencari, berpikir, dan beribadah di gua Hira. Dalam sebuah riwayat Shahîh al-Bukhâri, ibunda kita, Khadijah menerangkan bahwa Rasul saw. selalu beribadah di gua Hira dan bahwa beliau hanya kembali ke Mekah untuk mengambil bekal. Ini menunjukkan bahwa manusia dengan pengetahuannya dapat menyingkap beberapa hal dan selanjutnya berbagai bentuk ibadah kepada Allah Swt. Apa yang dikatakan oleh Zaid ibn Amru menjelang wafatnya layak untuk direnungkan. Zaid adalah paman Umar ibn Khattab Sesaat sebelum meninggal dunia, ia memanggil semua anggota keluarganya dan mengumpulkan mereka di sekitarnya. Ia kemudian memberitahu mereka sifat-sifat nabi yang dinantikan sebagaimana diketahuinya, sedangkan ia sendiri tidak ditakdirkan untuk berjumpa dengan Rasul saw. Dengan kata lain, ia menunggang kudanya hingga ke pantai tetapi tidak sempat menaiki bahtera Islam. Meski demikian, dengan segenap jiwanya ia bisa merasakan kehadiran Rasul saw. dan hakikat ajaran beliau dengan seluruh anggota tubuhnya. Namun, ia tidak bisa menyebutkan sebuah nama atas apa yang ia rasakan. Ia mengatakan sesuatu yang maknanya kurang lebih sebagai berikut “Ada cahaya Ilahi yang tampak di cakrawala. Aku yakin, ia pasti akan datang. Aku bagaikan melihat jejaknya.” Ia lalu menghadap kepada Tuhan dan berkata, “Wahai Sang Pencipta Yang Mahaagung, aku tidak mengenal-Mu secara sempurna. Seandainya aku mengenal- Mu, tentu Aku menyembah-Mu secara benar. Akan kuletakkan keningku di tanah hingga Hari Kiamat di hadapan keagungan-Mu.” Demikianlah tampak bahwa jiwa yang bersih, seandainya tidak tinggal dalam komunitas paganis, tentu akan sampai lewat perenungan terhadap alam dan keteraturannya kepada pelaksanaan tugas penyembahan kepada Allah Swt. Jadi, setelah mengenal Allah Swt. penyembahan kepada-Nya segera dimulai. Ya. Selama ada Zat yang memberikan berbagai kenikmatan kepada kita, penyembahan pun ada. Karena itu, Allah Swt. telah menetapkan dalam fitrah manusia dan kalbu manusia sebuah perasaan untuk mengabdi dan beribadah. Atau, sebagaimana dikatakan Zaid, “Akan kuletakkan keningku di tanah hingga Hari Kiamat di hadapan keagungan-Mu.” Wahyu langitlah yang bisa menjelaskan bentuk ibadah yang benar tanpa penyimpangan melainkan pelestariannya dalam koridor perintah Ilahi. Seolah-olah Allah Swt. berkata, “Aku adalah Allah dan engkau adalah hamba-Ku. Kenalilah Aku lewat berbagai nikmat yang Kuberikan kepadamu, Aku akan mengajarimu adab ibadah yang bisa kaupersembahkan untuk-Ku.” Pertama-tama, engkau berwudu. Lalu, agar engkau bisa melawan nafsumu, ingatlah bahwa Allah Swt. adalah Zat Yang Mahabesar sementara semua selain-Nya adalah kecil dan lemah. Lalu, letakkanlah tanganmu di depanmu sebagai tanda ketundukan. Selanjutnya, berusahalah untuk menghayati ibadahmu semaksimal mungkin. Tunjukkanlah bahwa dirimu ingin mencapai ketingggian jiwa menuju tempat para nabi yang mulia. Kemudian, rukuklah seraya bersyukur. Ketika engkau membungkuk dalam rukuk, engkau sampai kepada dimensi lain. Setelah itu, engkau berpindah kepada sujud guna mencapai tingkat ketawadukan yang dalam. Lalu, engkau bangkit untuk kembali sujud sehingga engkau bisa banyak berdoa, karena saat terdekat antara hamba dan Tuhannya adalah ketika si hamba bersujud. Tatkala bersujud, ingatlah firman Allah Swt. “Dan perubahan gerak badanmu bersama orang-orang yang bersujud.”[1] Yakni, Dia melihat keberadaanmu di antara orang-orang yang bersujud. Kadar keselarasan dan kemampuanmu untuk berada dalam suasana sujud menentukan tingkat kemuliaanmu dalam derajat mikraj yang menjadi tujuan salat. Jadi, ibadah adalah iman kepada Allah dan pengenalan akan sifat-sifat-Nya, lalu melaksanakan apa yang menjadi implikasi pengenalan itu dengan penuh ketundukan dan penghormatan lewat petunjuk-Nya dan sesuai dengan perintah-Nya. Dengan uraian ini, aku telah menjelaskan salah satu aspek persoalan di atas. Artinya, ketika kita mengenal Allah Swt., kita tidak boleh bersikap gegabah dan berbuat sesuatu yang tidak pantas, tetapi kita sepatutnya mengikuti cahaya yang dipancarkan Nabi saw. dalam naungan petunjuk ayat-ayat yang jelas serta senantiasa mencari rida Ilahi. Apabila kita mengamati persoalan kedua, kita melihat bahwa dalam semua bidang, perdagangan, pengetahuan, seni, pertanian, ataupun industri, manusia selalu membutuhkan pembimbing dan perlu banyak belajar. Setiap kalian, misalnya, memiliki pekerjaan. Ada yang memiliki pabrik tenun, ada yang memproduksi plastik, serta ada yang mengadakan pameran barang. Lalu, ada orang yang ingin membantu kita agar tidak tertipu. Karena ia mengetahui prinsip dan teori dagang, ia ingin agar kita menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Karena itu, ia berdiri di depan kita seraya berkata, “Kalian harus bisa melaksanakan pekerjaan ini, sebab pekerjaan ini sangat penting dan dibutuhkan. Namun, agar kalian bisa menunaikannya secara baik, kalian harus mempekerjakan orang dan mempergunakan modal secara tepat, serta berhemat dan tidak boros. Kalian juga harus memperhatikan ini dan itu.” Sekarang, jika kita jujur, tentu kita akan memperhatikan ucapan orang itu yang tidak mendapatkan manfaat apa pun dari petunjuk yang ia berikan. Kita pasti memperhatikan semua nasihatnya dan mencermati semua penjelasannya secara tekun, lalu kita mengelola urusan kita sesuai dengan petunjuknya. Seperti itu pulalah, dalam beribadah dan taat kepada Allah, kita tidak berbuat semau dan sesuka kita, tetapi sesuai dengan aturan, bentuk, dan tata cara yang ditunjuki oleh Tuhan Pencipta kita. Dengan demikian, terwujudlah keberkahan dalam ibadah kita sehingga Ibadah itu menjadi seperti satu bulir yang menumbuhkan tujuh bulir. Bisa jadi ketika mengucapkan, “Allahu Akbar”, kita menyentuh tombol sehingga pintu rahmat Ilahi terbuka di hadapan kita. Bisa jadi saat itu terbukalah di hadapan jiwa kita berbagai pintu ilham. Bisa jadi, ketika membaca surat al-Fâtihah, kita mempergunakan kunci rahasia untuk membuka gembok bergigi rahasia. Juga, siapa tahu, pada setiap rukun salat yang kita lakukan, pintu-pintu rahasia terbuka di hadapan kita. Ya. Kita bisa mengatakan bahwa seluruh jalan menjadi teratur dan seluruh pintu terbuka saat kita bersujud. Doa-doa kita akan naik menuju hadirat Ilahi dan akan diliputi oleh para malaikat yang mulia. Siapa yang dapat menyangkal semua itu? Sang pembawa berita yang jujur telah memberitahu kita semua itu lewat penjelasannya yang mendalam dan bercahaya. Jadi, bentuk ibadah terbaik adalah bentuk ibadah yang diperkenalkan Tuhan kepada kita, karena Allah Swt. yang menciptakan mesin manusia tentu lebih mengetahui cara mesin tersebut bekerja. Dia lebih mengetahui bagaimana mendapatkan buah terbaik darinya, entah dalam kehidupan dunia ataupun akhirat. Pencipta mesin tentu menyiapkan pula cara kerjanya. Cara kerja itu haruslah diperhatikan bila mesin hendak dipergunakan secara tepat. Dengan demikian, ibadah tidak bisa dikerjakan sesuka hati, tetapi harus sesuai dengan petunjuk dan arahan Rasul saw. Ketika itulah ibadah terwujud dalam bentuknya yang terbaik. Ini adalah salah satu nikmat yang Allah berikan kepada umat Nabi Muhammad saw. Karena itu, kita katakan ini sebagai karunia Tuhan. Kita berdoa kepada Allah Swt. dengan doa Rasul saw. serta memohon kepada-Nya agar Dia tidak membiarkan kita sendiri sekejap pun. [1] al-Syu’arâ’ 219. إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وَ إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ أَمَّا بَعْدُ Ma’asyiral Muslimin Wa Zumratal Mukminin, Rahimani Wa Rahimakumullah! Alhamdulillah, segala puji syukur hanyalah milik Allah Rabb semesta alam. Berkat nikmat-Nya, rahmat-Nya, dan kuasa-Nya, serta pertolongan dari-Nya, pada siang hari ini kita dimudahkan dan dianugerahi kemampuan untuk melaksanakan salah satu kewajiban sebagai seorang muslim yaitu menunaikan sholat jum’at secara berjama’ah. Shalawat beriring salam semoga senantiasa tercurahkan kepada suri teladan kita, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, untuk keluarga beliau, para sahabat radhiyallahu anhum, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan orang-orang yang selalu menjaga kemurnian Islam dan Imannya hingga hari akhir. Kaum Muslimin Sidang Jum’at, Semoga Allah merahmati Kita Semua Salah satu prinsip yang perlu kita ketahui dan kita pahami, bahwa setiap ketaatan yang kita lakukan, setiap ibadah yang kita lakukan, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala sama sekali tidak membutuhkannya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membutuhkan ketaatan atau ibadah yang dilakukan oleh makhluk-Nya. Sehingga tidak ada satu pun ibadah yang kita lakukan, yang kepentingannya atau kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada! Begitupula kalaupun seluruh manusia yang ada dimuka bumi ini, semuanya kufur kepada Allah, Allah subhanahu wa ta'ala tetap Maha Kuasa. Allah subhanahu wa ta'ala tetap Maha Perkasa. Dan Kerajaan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah akan berkurang sedikit pun. Demikian juga seandainya seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini semuanya taat ibadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala, maka itu pun tidak akan berpengaruh memberi tambahan terhadap kekuasaan dan kerajaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana perkataan Nabi Musa alaihissholatu wa salam yang Allah abadikan didalam Al Qur'an. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam Surah Ibrahim ayat yang kedelapan وَقَالَ مُوسَىٰٓ إِن تَكْفُرُوٓا۟ أَنتُمْ وَمَن فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ ٱللَّهَ لَغَنِىٌّ حَمِيدٌ Dan Musa berkata Ketika mendakwahi kaumnya “Jika seandainya kalian dan seluruh apa yang ada di muka bumi ini semuanya ingkar kufur kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. QS. Ibrahim 8 Demikian juga tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan wahyu tentang perintah ibadah haji, kemudian ada sebagian diantara hamba – hamba-Nya yang dia berat hati, tidak mau berangkat haji bahkan sampai mengingkari perintah ibadah haji padahal dia sangat mampu, Maka Allah subhanahu wa ta'ala berfirman وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu dari semesta alam.” QS. Ali Imran 97 Artinya maksud dari dua ayat tersebut adalah siapa saja yang berbuat taat, sama sekali tidak menambah kerajaan Allah dan begitupula siapapun yang tidak mau melakukan ketaatan, itu juga tidak mengurangi kerajaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Disebutkan dalam sebuah hadits qudsi dari sahabat Abu Dzar al-Ghifari radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam meriwayatkan dari Rabnya, Allah Ta’ala berfirman يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا “Wahai hamba - hamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian serta manusia dan jin, semuanya berada pada tingkat ketakwaan yang paling tinggi, maka hal itu sedikit pun tidak akan menambahkan kekuasaan-Ku. يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا Wahai hamba - hamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian serta jin dan manusia semuanya berada pada tingkat kedurhakaan yang paling buruk, maka hal itu sedikitpun tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku. يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلَّا كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ Wahai hamba - hamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian serta semua jin dan manusia, semuanya berdiri di atas bukit untuk memohon kepada-Ku, kemudian masing-masing Aku penuh permintaannya, maka hal itu tidak akan mengurangi kekuasaan yang ada di sisi-Ku, melainkan hanya seperti benang yang menyerap air ketika dimasukkan ke dalam lautan.” HR. Muslim 4674 Kaum Muslimin Sidang Jum’at, Semoga Allah merahmati Kita Semua Dengan demikian, ketataan yang kita lakukan sepeser pun tidak kembali kepada keuntungan Allah. Demikian juga kemaksiatan yang kita kerjakan, sama sekali tidak mengurangi kerajaan Allah. Karena sejatinya apa yang dilakukan atau dikerjakan oleh manusia, maka akan kembali kepada dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tatkala kita melakukan ketaatan atau ibadah, siapakah yang mendapatkan manfaatnya? Maka Jawabannya adalah diri kita sendiri yang akan mendapatkan manfaatnya. Demikian pula sebaliknya, tatkala manusia melakukan keburukan, siapa yang akan mendapatkan dampak buruknya? Jawabannya adalah dirinya sendiri. Allah subhanahu wa ta'ala tidak sama dengan Makhluk-Nya. Kalau makhluk Allah misalnya manusia, Ketika ada seorang yang berkuasa, namun ternyata bawahannya tidak mau taat kepadanya, maka bisa jadi hal itu akan mengancam kekuasaannya. Ketika ada orang yang memiliki posisi atau jabatan, namun ternyata bawahannya tidak mau tunduk kepadanya, maka bisa jadi hal itu akan mengancam status sosialnya. Ini manusia. Adapun untuk Allah subhanahu wa ta'ala maka tidak berlaku hukum yang semacam ini. Karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala banyak menegaskan di dalam Alquran, seperti dalam Surat Al-Isra ayat ke-7, Allah Ta’ala berfirman إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا “Jika engkau berbuat baik berarti engkau berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika engkau berbuat jahat, maka kejahatan akan Kembali kepada dirimu sendiri.” Quran Al-Isra 7 Di dalam ayat yang lain di Surat Fussilat ayat ke-46, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman مَّنْ عَمِلَ صَٰلِحًا فَلِنَفْسِهِۦ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا “Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka pahala atau kebaikannya akan Kembali untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang mengerjakan perbuatan jahat, maka dosa atau keburukannya maka akan Kembali untuk dirinya sendiri, وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ dan sekali-kali Tuhanmu Allah tidaklah mendzholimi hamba-hamba-Nya.” Quran Fussilat 46 Kaum Muslimin Sidang Jum’at, Semoga Allah merahmati Kita Semua Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberi kita hidayah, Istiqomah, dan juga kesabaran untuk melakukan ketaatan kepada-Nya dengan keyakinan bahwa kitalah yang butuh kepada Allah, bukan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang membutuhkan ketaatan yang kita kerjakan. أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ؛ فَإِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ. Khutbah Kedua الْحَمْدُ للهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَلاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ تَعْظِيمًا لِشَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوانِهِ، صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَعْوَانِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا.. أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى Kaum Muslimin Sidang Jum’at, Semoga Allah merahmati Kita Semua Mungkin ada sebagian orang yang ketika dia sudah beramal, kemudian iapun merasa berjasa. Terutama amalan yang berstatus sebagai kegiatan sosial. Seperti menyumbang masjid, berwakaf, membantu orang lain, berdonasi dan amalan lainnya. Padahal amal yang ia kerjakan pada hakikatnya yang membutuhkan adalah dirinya sendiri, akan kembali kepada dirinya sendiri. Sekali lagi salah satu prinsip ibadah yang perlu kita sadari adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak butuh kepada amal kita. Allah subhanahu wa ta'ala hanya menjanjikan "barang siapa yang berbuat baik, maka manfaatnya akan kembali kepada dirinya sendiri". Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak punya kepentingan di sana. Oleh sebab itulah, satu niat yang baik yang perlu kita pasang setiap kali kita akan melakukan amal solih terutama amal yang bersifat sosial; baik menyumbang masjid, membantu orang yang membutuhkan, maka yang perlu kita pahami adalah kita yang butuh bukan orang yang menerimanya itu yang butuh. Sehingga tatkala kita membantu orang lain atau ketika kita membayar zakat, kemudian uang zakat tersebut diterima oleh fakir miskin, maka sebenarnya yang mendapatkan manfaat yang lebih besar adalah orang yang membayar zakat itu sendiri. Mengapa? Andaikan di dunia ini tidak ada satu pun orang yang mau menerima zakatnya, maka berarti ia tidak bisa mendapatkan pahala dari perintah kewajiban zakatnya. Begitupula Andaikan tidak ada satu pun masjid yang mau menerima wakafnya, maka berarti ia tidak bisa mendapatkan pahala wakafnya. Andaikan tidak ada satu pun makhluk yang mau menerima sedekahnya? Maka berarti ia tidak akan mendapatkan kesempatan meraih pahala sedekahnya. Dan demikian seterusnya. Kaum Muslimin Sidang Jum’at, Semoga Allah merahmati Kita Semua Oleh karena itu, tatkala kita beramal terutama yang bersifat sosial maka yakinkanlah diri kita bahwa kitalah yang memberi yang lebih membutuhkan daripada yang menerima. Jangan sampai merasa berjasa atas apa yang telah kita berikan. Sehingga tatkala seseorang menyumbang sejumlah harta untuk kebutuhan dakwah atau untuk kepentingan masjid, yang perlu kita sadari adalah dakwah tidak butuh kita. Allah tidak butuh kita. Kegiatan agama tidak butuh kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala tetap akan mengangkat agama ini meskipun manusia tidak mau mendukungnya. Sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala firmankan dalam Alquran, هُوَ ٱلَّذِىٓ أَرْسَلَ رَسُولَهُۥ بِٱلْهُدَىٰ وَدِينِ ٱلْحَقِّ لِيُظْهِرَهُۥ عَلَى ٱلدِّينِ كُلِّهِۦ وَلَوْ كَرِهَ ٱلْمُشْرِكُونَ “Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, Allah akan memenangkannya di atas segala agama - agama meskipun orang musyrik membencinya.” Quran Ash-Shaf 9 Kaum Muslimin Sidang Jum’at, Semoga Allah merahmati Kita Semua Kembali kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita termasuk hamba - hamba-Nya yang ikhlas dalam beramal. Dan semoga Allah senantiasa menghadirkan perasaan bahwa kita merasa butuh kepada Allah bukan merasa lebih berjasa karena telah beramal. Dan mudah-mudahan setiap amal yang kita kerjakan diterima oleh Allah dan menjadi kunci Rahmat kita bisa dimasukkan kedalam surga-Nya. ﴿إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾ الأحزاب 56 اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ. اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا اَللَّهُمَّ اجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْن اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى وَأَعِنْهُ عَلَى البِرِّ وَالتَقْوَى اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ وَاجْعَلْهُمْ رَأْفَةً عَلَى عِبَادِكَ المُؤْمِنِيْنَ رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين عِبَادَ اللهِ اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  Ditranskrip dengan sedikit perubahan kalimat dari Khutbah Jum'at Ustadz Ammi Nur Baits File PDF "Klik Disini"Ikuti kami selengkapnya di Website Twitter Kabel Dakwah Official Facebook Kabel Dakwah Official Instagram Kabel Dakwah Youtube Kabel Dakwah

allah tidak butuh ibadah kita